"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

Kronologi Filsafat Dalam Pemikiran Islam; Studi atas buku at-Tafkir al-Falsafi fil Islam

Muqoddimah
Relasi pemikiran Islam dengan filsafat secara historis telah menyita perhatian sarjana  yang intens dengan sejarah pemikiran manusia. Dr. Mustafa Abdul Raziq untuk pertama kalinya mencoba mengkorelasikan hal tersebut dalam magnum opusnya Tamhid litarihil falsafah fil islam dan di tindak lanjuti oleh sarjana lainnya semisal Dr. Hana al-Fahuri dan Dr. Kholil al-Jarr dalam tarikh al-Falsafah al-Arobiyah yang barang kali merupakan buku paling representatif dan menjadi rujukan utama untuk studi peta  kronologi filsafat dalam Islam. 

Studi historis filsafat Islam ini pada gilirannya mulai berkembang menjadi penjurusan kajian yang lebih spesifik, mengena dan mudah di akses

Syaikh Abdul
Halim Mahmud


Abdul Halim Mahmud adalah sarjana Al-Azhar pertama yang ikut  berpartisipasi mengutarakan ide seputar studi ini yang di tulis dengan judul at-Tafkir al-Falsafi fil Islam secara global mengatakan bahwa pemikiran filsafat islam merupakan hasil murni pemikiran muslim dan sudah ada sebelum masa penterjemahan yang di sponsori oleh Dinasti Abbasiyah, walaupun beliau sendiri tidak menafikan kontribusi pemikiran sarjana Yunani setelah terjadi tranformasi pengetahuan melalui penterjemahan karya mereka. 

Sejarah pemikiran manusia ibarat mata rantai yang tidak terputuskan selalu terkait satu sama lainnya, akan tetapi sangatlah keliru jika di katakan bahwa pada dasarnya semua aliran pemikiran memiliki mainstream yang sama. 

Peta kronologi filsafat Islam 
التفكير الفلسفي الإسلامي
At-Tafkir al-Falsafi fil Islam secara global menjelaskan pada kita peta kronologi filsafat dalam Islam dari masa jahiliah sebelum turunnya al-Qur’an sampai pada masa Imam al-Ghazali. Bagi saya pribadi karya ini tergolong buku sejarah yang selektif dan tidak meruntutkan fenomena secara menyeluruh

Abdul Halim Mahmud memulai bukunya dengan kondisi pemikiran yang ada pada masa jahiliyah sebelum Islam.  Ada sebagian kelompok minoritas yang di sebut dengan al-Hukama yang menurut beliau sejajar dengan para filosof Yunani kuno dalam metode berpikir dan materi pemikiran mereka menjadi rujukan para kaum jahiliyah ketika terjadi suatu permasalahan. 

Pada pasal kedua beliau menulis tentang al-Qur’an dengan kandungan isinya beserta pengaruhnya terhadap pemikiran kaum muslimin pada saat itu. Sangatlah keliru anggapan bahwa al-Qur’an tidak membawa teori alam dalam filsafat. Kandungan al-Qur’an cukup sebagai jawaban atas pertanyaan de bour tersebut

Pengarang melanjutkan dengan problematika hadis perpecahan umat yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Hibban yang sama sekali tidak tercantum dalam kitab Buhari dan Muslim. Menurutnya terdapat hadits yang isinya sangat kontradiktif dengan redaksi hadits di atas. 

Beliau lebih cenderung untuk membedakan antara aliran agama dengan partai agama. Aliran agama memprioritaskan  masalah kepercayaan dalam kehidupan beragama, sedang partai agama lebih suka mempolitisir agama atas kebijakan politik. Imam Hanafi sebagai contoh, beliau salah satu pendiri mazhab empat di sepakati sebagai penganut aliran salaf, akan tetapi dalam masalah politik beliau lebih cenderung kepada pihak Ahlul Bait (Syiah). 

Pembedaan antara partai agama dengan aliran agama tampak sisi signifikannya dalam dua hal, yaitu:
  1. Hal tersebut sesuai dengan sejarah permunculannya (partai agama) yang tidak berkaitan dengan prinsip dasar agama.
  2. Perbedaan syaiah sebagai partai agama dengan yang lain tidak terlalu meruncing sebagaimana kita saksikan perbedaan antar aliran agama.
Sahabat Nabi memahami problematika ketuhanan sesuai dengan apa yang tertera dalam al-Qur’an. Mereka meninggalkan takwil terhadap ayat-ayat yang terkesan mutasyabihat dengan berpegang pada prinsip laisa kamislihi syaiun. Adapun permasalahan hukum banyak ditemukan perbedaan pendapat yang sangat mencolok di antara mereka. 

Dalam tataran politik banyak para sahabat Nabi SAW yang tidak berpihak pada salah satu penguasa dan lebih memilih diam. Sikap para sahabat tersebut dikenal dengan sebutan al-Murjiah. Dr. Abdul Halim Mahmud menggolongkan Murjiah sebagai trend kelompok (naz`ah) untuk mencapai keselamatan dan tidak termasuk aliran ataupun partai agama yang selama ini kita pahami. 

Pada pasal ke tujuh pengarang menjelaskan faktor munculnya perbedaan umat Islam atas permasalan ketuhanan (al-Jabr dan al-Ikhtiar). Untuk melegalkan tindakan politik Dinasti Bani Umayyah para penguasa dan pengikutnya menyebarkan paham fatalism (al-Jabr ). konskuensi logis dari fenomena tersebut munculnya paham free will (al-Ikhtiar) yang bertentangan dengan paham lama. 

Pada pasal pertama dari bagian kedua buku, Dr. Abdul Halim Mahmud menjelaskan definisi filsafat dan hubungan filsafat dengan tasawuf serta usul fiqh. Filsafat berasal dari kata Yunani yang merupakan gabungan dari kata Philos dan Sophia. Yang pertama berarti cinta dan yang ke dua berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga filsafat dapat di artikan cinta akan kebijaksanaan. Pengarang punya pandangan tersendiri dalam menginterpretasikan kata wisdom. Hikmah menurut pengarang sebagaimana pendapat Ato` adalah pengetahuan terhadap Tuhan (al-Ma`rifat billah). Untuk mencapainya perlu memiliki dua hal, yaitu:
  1. Pengatahuan tentang ketuhanan.
  2. pengetahuan tentang nilai-nilai luhur beserta pengamalannya.
Sehingga filsafat dapat di definisikan sebagai usaha manusia dengan jalan pengamalan dan pembersihan jiwa guna mencapai ma`rifatullah. Filosof yang sejati menurutnya adalah para mistikus Islam (sufi) yang menempuh kedua jalan tersebut. Penganut Aristoteles baru menempuh setengah jalan sehingga belum bisa di katakana sebagai filosof. Dari interpretasi kata wisdom tersebut pengarang tidak mengkategorikan usul fiqh ke dalam filsafat.

Cairo, 22 Syawal 1432 H