"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

Ibumu Ibumu Ibumu Kemudian Bapakmu

 بسم الله الرحمن الرحيم

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا (سورة الأسراء : ٢٣)
 
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Israa’: 23). 

Kita perhatikan tertib urutan kalimat ayat di atas, perrtama jangan kita sekali-sekali menyembah Tuhan selain Allah dan kedua adalah berbakti kepada kedua orang tua. Begitu tinggi kedudukannya sampai di rangkaikan dengan kewajiban menyembah hanya kepada Allah SWT sesudah itu Wabilwalidaini ihsana, berbuat baiklah kepada ibu bapak…

Mari kita perhatikan juga al-Qur’an surat an-Nisa ayat 36:
                           
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا... (سورة النساء : ٣٦)
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua….”. (QS. An-Nisaa’: 36). 

I and My Mother
Lagi-lagi ayat disini adalah perintah bertauhid, perintah menyembah hanya kepada Allah, kemudian perintah berbakti kepada kedua orang tua, dalam kehidupan sehari-hari  biasanya perintah penting pertama jatuh pada urutan pertama dan perintah penting kedua jatuh pada urutan kedua, dari segi prioritas kita bisa melihat betapa tingginya kedudukan kedua orang tua kita didalam kehidupan ini. 

Kemudian kedua orang tua kita keduanya mempunyai peranan yang sangat besar sejak lahirnya kita ke alam dunia ini sampai meningkat kita menjadi anak-anak, remaja dan dewasa. Bapak misalnya, sibuk mencari nafkah, ia pergi pagi pulang sore, peras keringat banting tulang, karena kita adalah harapan agar anaknya kelak bisa hidup lebih baik dari dia sekarang ini dan untuk itu dia rela banting tulang seolah-olah dia berkata ayahmu biarlah kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki agar engkau kelak menjadi orang dan kadang-kadang setelah kita menjadi orang kebanyakan di antara kita kita lupa akan jasa-jasa kedua orang tua kita… 

Disamping sibuk mencari nafkah, bapak juga memberikan perlindungan dalam kehidupan ini, menjadi simbol wibawa yang pada suatu saat kita akan merasakannya kalau dia sudah tidak ada, begitu barangkalai kecendrungan orang. Seperti apa yang dikatakan oleh Imam Al Ghozali, kamu baru merasa pentingnya suatu nikmat kalau dia sudah hilang dari diri kamu, kita baru merasa pentingnya sehat kalau kita sedang sakit, baru tahu pentingnya gigi kalau kita lagi sakit gigi, baru tahu pentingnya telinga kalau lagi ‘budek’, tetapi pada saat normal kita menganggap itu sesuatu yang biasa. Bukankah keberdaan seorang bapak dalam hidup ini di samping dia pelindung, dia juga menjadi symbol wibawa kehidupan di masyarakat, orang sering bicara: “gw bukan takut sama eluh, gw cuma segan sama orang tua eluh”, masih ada yang di segani, masih ada yang di hormati. Kalau kita ambil sedikit dari sejarah ketika baginda Rasul di tinggal wafat oleh Siti Khadijah, oleh pamannya Abu Thalib bahwa gangguan kafir Qurais makin meningkat, makin menjadi-jadi, karena apa?? Karena kemaren-kemaren mereka mau menghadang Nabi, mau menghantam Nabi masih memandang Siti Khadijah binti Khuwailid seorang bekas janda bangsawan Qurais, mereka masih memandang Abu Thalib orang tua yang di segani, sekarang kedua-duanya sudah tidak ada, apalagi yang mau di segani??  “hantam saja sudah Muhammad” ujar kafir Qurais. Itu pun dirasakan secara pribadi oleh Nabi kita Muhammad SAW. 

Apalagi yang namanya ibu, dia lebih banyak menelani kisah pahit dalam mebesarkan anaknya, pantas saja ketika suatu saat Rasulullah pernah ditanyai orang: “Ya Rasul, siapa sih orang yang paling harus saya taati di dunia ini??” Rasul menjawab: “ibumu”, “lalu siapa lagi Ya Rasul??” Rasul menjawab: “I bumu”, “kemudian setelah itu siapa lagi  Ya Rasul??” orang itu bertanya lagi, Rasul menjawab: “ibumu”, orang itu bertanya lagi kemudian siapa lagi Ya Rasul?”, Rasul menjawab: “bapakmu”. Ibu Ibu Ibu baru bapak, tiga berbanding satu, kenapa harus begitu??? Mari kita renungkan sejenak, pertama yang namanya ibu sejak proses kehamilannya istilah dalam Al-Qur’an sudah “hamalathu wahnan ‘ala wahnin” dia mengandung kita dalam keberatan yang bertumpuk diatas keberatan, dari proses kehamilan makin lama makin berat, makin lama makin membesar, kemana-mana dibawa si calon anak itu, tidurnya pun serba sulit dan semakin serba salah, sampai dia kepada saat melahirkannya berhadapan dengan dua pilihan, kalau tidak hidup, mati..!!! dan seorang suami tidak pernah menghadapi saat-saat kritis semacam itu. 

Dalam pilihan itu dia lahirkan anaknya ke alam ini, dan Allah maha adil, andai kata seorang ibu kalah dalam perjuangan melahirkan anaknya kemudian dia meninggal dia mendapat pahala seperti orang yang mati syahid. Lalu proses membesarkan anak masih repot sang ibu daripada sang bapak, tengah malam bapaknya sedang asik tertidur lelap, si ibu masih saja berputar dengan anak bayinya yang sedang menjaga bayinya dari gigitan nyamuk… pepatah bilang: “kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah” ini berarti bagaimanapun seorang anak ingin membalas jasa kepada ibunya itu tidak akan pernah bisa untuk membalasnya, sampai  Allah berkata: وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا yang artinya “dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”, niscaya engkau akan mendapatkan ridhonya, sungguh sekalipun engkau ingin membalas jasa-jasanya, niscaya engkau tidak akan pernah bisa untuk membalasnya, ketahuilah sudara-sudaraku,, orang tua tidak pernah menginginkan apapun dari kita, mereka hanya meminta agar kita menuruti segala perintahnya selama perintahnya itu tidak menyuruh kita untuk bermaksiat kepada Allah SWT, karena perintah Allah lebih utama dari pada perintah kedua orang tua kita. 

Kalau boleh jujur, aku mau jujur, bahwa aku sangat merindukan “tamparan” moral dari ibuku, berkat “tamparan” moral itulah aku bisa sampai kesini, ke tempat ini. Dan do’a seorang ibu juga sangat mustajab aku berada di tempat ini berkat do’a ibuku, ibuku pernah bercerita bahwa suatu ketika ibu pernah berdo’a ketika beliau sedang hamil: “Ya Allah, aku sedang membawa cabang bayi diperutku ini, aku hamil berada di negeri Arab, mudah-mudahan suatu saat nanti, kalau anak saya sudah dewasa ini dia bisa kembali lagi ke negeri Arab, amiin”. Dan Alhamdulillah sekarang aku berada di negeri Arab, itulah sedikit tulisan singkat tentang betapa istimewanya seorang ibu, Wallahu a’lam bishowwab.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَي وّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي وكنت صَغِيرًا
 Cairo, 27 Muharrom 1432 H