"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

Renaisans Eropa Membangkitkan Kembali Umat Islam di Timur


Renaisans berasal dari bahasa Perancis renaissance yang secara etimologi bermakna “Lahir Kembali”. Akan tetapi renaisans yang dimaksud disini mempunyai arti yang lebih luas. Karenanya, secara terminologi renaisans adalah timbulnya revolusi pandangan hidup orang-orang Eropa dari jaman pertengahan ke jaman barunya, melalui proses jaman peralihan yang sangat cepat. 

Renaisans lahir sekitar abad ke 15-16 M, tatkala kaum intelektual, politik, dan seniman di daratan Eropa serentak bertekad untuk mengadakan suatu gerakan pembaharuan yang menginginkan kebebasan berpikir dan akan merubah doktrin agama mereka yang dirasakan sangat mengekang kemerdekaan batin.

Pelarian Kepada Filsafat

Oleh : L'Abid d'Andaluçia
Gerakan renaissance di Eropa lahir karena dorongan semangant  yang berkobar-kobar dari kelompok kaum seniman, intelektual dan politis yang mempelopori kebebasan berfikir dan berbuat tanpa pembatasan apapun. Gerakan mereka di dorong oleh kenyataan yang mereka saksikan sehari-hari dan pengaruh Gereja yang cuma kekangan-kekangan yang membelenggu kemerdekaan berfikir. Mereka memandang agama di Eropa (Kristen) dengan penilaian yang penuh ejekan, agama di pandang oleh mereka tak lebih cuma seperangkat rangkaina dogma-dogma yang disusun bagaikan bagaikan bunga rampai yang indah di pandang, akan tetapi menghanyutkan orang banyak menjadi lalai dan beku, pasrah terhadap apa yang hendak terjadi. Bahkan di kalangan mereka yang ekstrim memandang agama dalam praktek sehari-hari di kalangan rakyat sebagai hasil meninabobokan atas nama ”kerajaan di langit”, menjadi alat orang-orang kaya, tuan-tuan tanah serta kaum feodal yang memerintah secara absolute.

Al-Hallaj

Husain bin Manshur al-Hallaj adalah martir Sufi yang Agung. Seperti kebanyakan Orang Bijak, ia menggunakan sebuah istilah keahlian sebagai nama keluarganya -- Hallaj, pemintal wool atau pemakai bahan kapas-- sehingga banyak pengulas berasumsi bahwa hal ini menunjukkan bahwa ia pedagang atau sebagai nama keluarga. Jubah kelompok Sufi dan majelis mereka dengan tabir organisasi serikat adalah salah satu alasan pilihan nama itu. Al-Ghazali, sang Pemintal dan Aththar, sang Kimiawan adalah contoh lain. Namun para Sufi selalu memilih nama-nama keahlian yang (melalui makna gandanya) bisa diasosiasikan dengan komitmen mereka. Nama Hallaj dipilih karena hubungan wool (shuf) dengan keahlian itu, dan karena sebuah makna alternatif untuk akar kata HLJ dalam bahasa Arab adalah "berjalan perlahan" atau "membiarkan penerangan keempat".

Warga Nahdliyin Dukung Pancasila Tolak Khilafah...!!!

"Dukungan NU Terhadap Pancasila Bukan Basa-Basi..." 

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menyatakan dukungan NU terhadap faham kebangsaan dan Pancasila sebagai dasar negara  tak basa-basi.

“NU tak basa-basi menyatakan dukungannya terhadap Pancasila, Menurut NU, yang paling tepat kita membentuk negera kebangsaan, negara yang damai atau darussalam, semua satu umat, satu saudara, kalau bahasa politiknya satu nusa satu bangsa, kalau bahasa agamanya bersaudara, tidak ada perbedaan,” katanya dalam perbincangan dengan NU Online, baru-baru ini.

Nashruddin Hoja; Hukum sebab-akibat...

Nashruddin Hoja, dalam kapasitas sebagai guru Sufi, sering menggunakan teknik darwis bagi dirinya sendiri dengan memainkan peranan orang yang belum tercerahkan dalam sebuah cerita untuk menjelaskan suatu kebenaran. Sebuah cerita terkenal yang menyangkal kepercayaan dangkal (superfisial) terhadap hukum sebab-akibat yang menjadikan dirinya sebagai korban.

Suatu hari Mullah Nashruddin Hoja tengah berjalan di sebuah gang ketika seorang jatuh dari atap rumah dan menimpa tubuhnya. Orang yang jatuh tersebut tidak terluka tetapi justru Mullah Nashruddin Hoja yang dibawa ke rumah sakit.

Asal dari segala sesuatu itu adalah tiada...

Asal dari segala sesuatu itu adalah tiada, kemudian dari ketiadaan itu Allah menciptakan sebuah unsur yang di sebut dengan wujud atau materi.

Dari wujud itu kemudian Allah menciptakan sebuah bentuk, dari bentuk tersebut kemudian Allah membuatnya untuk bisa berkembang biak dan tidak bisa berkembang biak, kemudian dari yang berkembang biak itu Allah menciptakan panca indera atau perasa, dan kemudian Allah menciptakan sebuah bentuk yang berkembang dan mempunyai daya perasa atau panca indera yang di sebut sebagai hewan atau hayawan*, jadi hewan itu artinya makhluk yang mempunyai dua kehidupan, yaitu kehidupan di dunia dan di akhirat atau yang mempunyai daya perasa atau panca indera.

SIMPOSIUM LAKPESDAM NU MESIR (3-habis). Seruan 'Khilafah' Cacat Epistemik

Oleh Lakpesdam Mesir pada 08 November 2010

Kairo, NU Online  Hassan Hanafi, pemikir Muslim terkemuka yang menjadi pembicara kunci dalam  Simposium Lakpesdam NU Mesir mengungkapkan, dirinya tak mengingkari seruan-seruan dari kelompok ‘garis keras’, namun harus ada reinterpretasi terhadap akar epistemologi yang dikembangkan gerakan-gerakan tersebut yang pada beberapa sisi yang mulai keropos digerogoti masa. Hingga akhirnya, Islam hadir seperti apa yang dicita-citakan, menjadi rahmat bagi seluruh peradaban manusia seutuhnya.

Menurutnya, seruan khilâfah yang digaungkan oleh kelompok IM (ikhwân al-muslimîn) dan Hizbu Tahrir Indonesia --dalam konteks Indonesia-- dan beberapa gerakan lainnya yang bertendensikan pada pola pemerintahan awal Islam untuk kemudian diterapkan pada sosio-kultur masyarakat modern sangatlah cacat secara epistemik.

SIMPOSIUM LAKPESDAM NU MESIR (2). Hasan Hanafi: Hendaknya Islam ‘Dibumikan’

Oleh Lakpesdam Mesir pada 04 November 2010

Kairo, NU Online Pemikir muslim terkemuka Hasan Hanafi menyatakan, hendaknya Islam dibumikan pada tempat dan kondisi tertentu, melalui penyesuaian dengan kultur-budaya masyarakat setempat.

Hal ini seperti apa yang sudah dipraktikkan melalui pesantren-pesantren yang bertebaran di Indonesia. Peranan pesantren ini telah menjadikan tranformasi Islam lebih cepat dan mudah diterima oleh banyak kalangan di Indonesia.

Pendekatan Islam kultural ini, bagi Hasan Hanafi adalah potret Islam yang membumi. Menurutnya, Islam yang membumi merupakan representasi Islam yang tidak hanya berkutat pada struktur, tapi lebih mengedepankan kultur.

SIMPOSIUM LAKPESDAM NU MESIR (1). Kupas Tuntas Gerakan Islam Kontemporer

Oleh Lakpesdam Mesir pada 04 November 2010

Kairo, NU Online Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia di lingkup kader NU Mesir mengadakan Simposium di Auditorium Shalah Kamil, Kairo, dengan mendatangkan Prof Dr Hasan Hanafi, pemikir ‘revolusioner’ terkemuka di Mesir. Acara yang juga disiarkan secara langsung oleh radio NUR Mesir ini dipandu langsung oleh koordinator Lakpesdam, Ahmad Hadidul Fahmi.

Simposium diselenggarakan pada Kamis (4/11) lalu, bertema “Hiwâr ma`a al-Harakât al-Islâmiyyah al-Mu`âshirah” yang mengupas tuntas gerakan-gerakan Islam kontemporer, berikut pola interaksi yang baik dengan mereka.

Tema yang diusung sebagai bentuk respon terhadap beberapa kelompok Islam pergerakan yang muncul dengan orientasi yang cukup beragam, dan tak jarang menjurus pada aksi anarkis. Meski demikian, Hasan Hanafi menghimbau agar tidak menggunakan istilah-istilah yang provokatif dan cenderung menyudutkan, apalagi yang mengarah pada ‘sikap justifikatif’ atas kelompok-kelompok tertentu, seperti teroris (irhâb) ataupun ekstrim-radikal (tathrarruf), paparnya.


Jalaluddin Rumi; Kembali Pada Tuhan...

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.
Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepadaNya!

Jika engkau belum mampu berdo’a dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan do'amu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
kerana Tuhan, dengan rahmatNya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.
Begitulah caranya!

Abu Nawas; Menipu Tuhan...

Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit. Di antara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama.

Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil", jawab Abu Nawas.

"Mengapa?"kata orang pertama.

"Sebab lebih mudah di ampuni oleh Tuhan", kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"