"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

Renaisans Eropa Membangkitkan Kembali Umat Islam di Timur


Renaisans berasal dari bahasa Perancis renaissance yang secara etimologi bermakna “Lahir Kembali”. Akan tetapi renaisans yang dimaksud disini mempunyai arti yang lebih luas. Karenanya, secara terminologi renaisans adalah timbulnya revolusi pandangan hidup orang-orang Eropa dari jaman pertengahan ke jaman barunya, melalui proses jaman peralihan yang sangat cepat. 

Renaisans lahir sekitar abad ke 15-16 M, tatkala kaum intelektual, politik, dan seniman di daratan Eropa serentak bertekad untuk mengadakan suatu gerakan pembaharuan yang menginginkan kebebasan berpikir dan akan merubah doktrin agama mereka yang dirasakan sangat mengekang kemerdekaan batin.

Perkembangan pertama renaisans terjadi di kota Firenze. Keluarga Medici yang memiliki masalah dengan sistem pemerintahan kepausan menjadi penyokong keuangan dengan usaha perdagangan di wilayah Mediterania. Hal ini membuat para intelektual dan seniman memiliki kebebasan dan mendapatkan perlindungan dari kutukan pihak gereja. Keleluasaan ini didukung oleh tidak adanya kekuasaan dominan di Firenze. Kota ini dipengaruhi oleh bangsawan dan pedagang. Dari sini, kemudian renaisans menjalar ke daratan Eropa lainnya. 

Adapun sebab utama lahirnya renaisans itu karena: Keterkejutan orang-orang Eropa menyaksikan ambruknya imperium Romawi Timur oleh kaum Muslimin, terutama dengan peristiwa jatuhnya Konstantinopel yang menyebabkan penaklukan Kerajaan Turki atas Romawi Timur (Byzantium) pada tahun 1453 M. 

Romawi Timur (Byzantium) adalah Kerajaan Eropa yang besar, perkasa dan termaju. Lambang supremasi Kaum Nasrani Eropa. Kemegahan gereja Eropa untuk sebagian besar diandalkan kepada Byzantium.
 
Jatuhnya kekaisaran Byzantium atau Romawi Timur di Konstantinopel membangkitkan Eropa. Tadinya mereka hampir putus asa setelah mengalami serangan bangsa Mongol atas Konstantinopel, menelan pahitnya kekalahan mereka dengan dikuasainya Spanyol dan Portugal oleh Ummat Islam, lalu menyusul penaklukan kaum Muslimin atas negeri-negeri Bulgaria, Yugoslavia, Rumania dan seluruh Balkan oleh Ummat Islam yang bersatu. 

Ya, tadinya orang-orang Eropa itu cuma pasrah saja menghadapi serangan-serangan Asia dengan sikap menyerah, ketakutan dan mundur ke tepi laut. Tadinya orang-orang Eropa seperti menyerahkan nasibnya sambil mundur kepada kemasa bodohan, laut sebagai dinding yang menganga kosong yang tidak dapat menahan kekalahan mereka. Akan tetapi dengan lahirnya renaisans, mereka lalu bangkit dan menjadikan laut yang berada di belakang punggung mereka sebagai jalan raya menuju suatu kehidupan baru. Laut itu mereka seberangi dengan mengharungi samudera luas, mereka akhirnya menyinggahi tanah-tanah dan pulau-pulau, lalu mereka jadikan tanah jajahan, siapa yang duluan datang ialah yang memilikinya. 

Itulah suatu pertanda lahirnya renaisans di Eropa. 

Ketika C. Colombus untuk pertama kalinya menemukan daratan Amerika pada tahun 1492-1493, masa itu di pandang sebagai “muqaddimahnya” jaman Renaisans. 

Pada akhirnya, sejarah menjadi saksi suatu titik balik, tatkala Inggris menguasai India, dan merebut Mesir, disusul kemudian oleh Perancis yang berhasil menguasai beberapa daerah di benua Afrika, serta Belanda yang dapat menguasai negeri pertiwi kita, dan diikuti oleh beberapa negara Eropa lainnya yang mampu melanglang buana, menjajah dan mengeruk kekayaan yang ada di bumi jajahannya. 

Penaklukan menghasilkan penjajahan melalui proses ekonomi kemudian proses politik seperti mengadakan perjanjian persaudaraan. Maka dengan cara inilah orang-orang Asia menjadi korban kepolosan para kaum kolonial.
 
Renaisans yang telah melahirkan kemerdekaan, sekaligus melahirkan penjajahan. Renaisans telah melahirkan kebebasan, sekaligus melahirkan keterkungkungan. Benar, bahwa renaisans telah melahirkan revolusi industri. Dengan lahirnya revolusi industri, maka produksi menjadi berlipat-ganda, pasar perdagangan menjadi ramai dan keuntungan melimpah-ruah. Akan tetapi revolusi industri juga melahirkan perbudakan, pemerasan tenaga manusia, kesengsaraan, kemelaratan dan kenistaan. Manusia dipermalukan lebih buruk dari pada mesin-mesin yang dilahirkan oleh renaisans. 

Tenaga buruh sangat diperlukan untuk membuka ladang-ladang kapas, daerah pertambangan, pembukaan jalur kereta api, pekerja kasar di pabrik dan lain-lain. Kemana mencari tenaga manusia dalam jumlah besar dan murah?? 

Ratusan ribu orang-orang Afrika diangkut ke Amerika melalui agen-agen budak di pasaran budak di Eropa. Orang-orang Afrika dikejar-kejar, ditangkapi seperti menangkap binatang dan diangkut ke pasar-pasar budak di Eropa untuk dijual. Semakin maju jalannya industri, semakin banyak diperlukan tenaga kasar, itu berarti semakin banyak lagi orang-orang Afrika dikejar-kejar dan ditangkap untuk dijual di pasaran budak di Eropa. 

Orang-orang Afrika memekik dan menjerit atas nasibnya yang paling sengsara dan celaka, namun mesin pabrik berjalan terus, tambang batu bara digali terus, rel kereta api disambung terus, kapal-kapal di pelabuhan mengangkut muatan terus, dan pasar budak di Eropa ramai terus.....! 

Aneh sekali jadinya!!! 

Lima tahun setelah Revolusi Perancis berkobar, menumbangkan monarchi dari satu dinasti yang kuat turun-temurun, bahkan begitu banyak leher manusia dipancung dengan Guillotine, alat pemotong leher manusia, yang telah membinasahkan puluhan ribu manusia dari mulai raja, permaisuri, kaum bangsawan, jenderal dan orang yang tak berdosa. Suatu ironi yang besar, Revolusi Perancis telah tidak berhasil melaksanakan pemikiran baru untuk kemerdekaan dan kebebasan tidak berhasil mempraktekan pemikiran baru untuk demokrasi dan kesejahteraan umat manusia, tidak mampu menumbangkan keterkungkungan fanatisme yang didominir oleh pemuka-pemuka Agama yang feodal. 

Penjara Bestille
Revolusi Perancis gagal untuk menumbangkan sistem pemerintahan monarchi. Sepuluh tahun setelah revolusi, bangkitlah seorang kaisar baru yang berasal dari orang biasa bernama Napoleon Bonaparte (1769-1821) yang ketika pecah revolusi ia seorang pemuda berumur dua puluh tahun. Anak kelahiran pulau Corsica itu amat pintar memanfaatkan suasana dan semboyan-semboyan revolusi. Melalui semboyan-semboyan revolusi yang membuat setiap orang tergila-gila pada waktu itu ialah: liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, persaudaraan). Napoleon memanfaatkan gemuruhnya orang-orang yang dilanda gelombang revolusioner, yaitu ketika puluhan ribu orang yang sedang dibakar semangatnya menyerbu penjara Bastille untuk membebaskan orang-orang politik yang meringkuk di dalamnya, pada tanggal 14 Juli 1789, hari pecahnya Revolusi Perancis. 

Renaisans pada akhirnya melahirkan revolusi Perancis, dan revolusi tersebut melahirkan kebebasan bagi kolonialisme untuk menaklukan bangsa-bangsa Asia. 

Lagi-lagi sejarah menjadi saksi yang adil dan dicatat olen para sejarahwan yang tak berpihak, bahwa setiap pemerintah kolonial barat bagaimana pun “ramah” dan “maju” nya, selalu saja mendapat tantangan dan perlawanan dari kaum Muslimin di seluruh dunia. Dalam pandangan Ummat Islam dimana pun mereka berada, setiap pemerintah kolonial Barat adalah Nasrani yang memandang siapa saja bukan Nasrani adalah “kafir-kafir” yang harus di perangi. Setiap orang yang beragama Islam bagi orang-orang Barat yang menggerakan “reconquistia”, adalah orang Moro, orang yang harus di perangi. 

Ingatlah ketika para pejuang kita berjuang untuk mengusir imperialisme Portugis, Belanda, hingga Jepang dari Nusantara kita. Sekalipun Pangeran Diponegoro ditawan secara licik, namun perlawanan itu terus berkobar hingga datang saatnya merubah cara perlawanan dari cara militer menuju cara politik yang di mulai dari Jawa hingga seluruh Nusantara. 

Umat Islam di Indonesia yang suatu ketika mengadakan perlawanan disangka telah menjadi “beku” atau “pasif” yang sebenarnya telah dibangkitkan oleh barat sendiri. Renaisans yang melahirkan penjajahan, juga melahirkan kebangkitan di pihak umat Islam. 

Sejarah kebangkitan timur memperlihatkan berapa banyak pemuda Islam di Timur Tengah, Pakistan, India, negara-negara Afrika dan Indonesia sendiri yang pergi untuk menutut ilmu pengetahuan barat serta “menyesuaikan diri” dengan cara hidup orang-orang barat. Dan tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjadikan ilmu dan apa yang  mereka dapat dari barat untuk menghantam kolonialisme barat sendiri. 

Turki yang pernah menggemparkan Eropa, menggentarkan singgasana imperium-imperium Barat, dan oleh karenanya menjadi sebab utama lahirnya jaman Renaisans Eropa, lalu di keroyok beramai-ramai oleh hampir seluruh kerajaan Eropa. Turki menjadi tidak berdaya, sekalipun tidak pernah dijajah oleh kerajaan Eropa manapun, dia di gelari “Orang Sakit Dari Eropa”. Barat bukannya tidak tahu bahwa Turki terletak di Asia, akan tetapi karena supremasi atau keunggulannya dipandang “tidak layak” menjadi Asia,orang-orang Barat “menghitung” Turki sebagai Eropa juga ! Ingat saja jaman kolonial Belanda, orang-orang Jepang tidak pernah dipandang “Oosterling” (Orang Timur) tetapi “Westerling” (Orang Barat), walaupun Jepang terletak di ujung Asia paling Timur! 

Umat ini mempunyai senjata yang bernama Da’wah. Setiap orang Islam, baik pria maupun wanita dan dalam kedudukan apapun, sampai batas-batas tertentuadalah juru Da’wah. Senjata Da’wah itu dapat dipergunakan dalam berbagi ragam dan setiap saat, suasana lapang melancarkan jalan Da’wah, sedangkan kesempitan dapat menjadi kesempatan. Meskipun kadang-kadang Da’wah berjalan tanpa pengorganisasian, namun tidak pernah berhenti, maju terus sampai jantung sasaran. Apalagi kalau Da’wah diselenggarakan dengan cara dan pengorganisasian sebaik-baiknya. Sekalipun Missi dan Zending merupakan saingan, namun dihadapinya tanpa dendam. 

Pada tahun 1911, tatkal Itali menyerang Tripoli, Libya di Afrika Utara, seluruh dunia Islam bangkit membela saudaranya yang teraniaya, orang-orang dari ujung dunia mengobarkan solidaritas Islam sambil memperingatkan kepada saudara-saudara mereka bahwa ternyata “Perang Salib” belum padam. 

Di Indonesia sendiri sekalipun ketikaitu berada dalam penjajahan, namun umat Islam bangkit memekikkan kemarahannya kepada Itali sambil membakar serta menghancurkan “pici tabus” dan lain-lain barang Itali. Apa yang terjadi di Indonesia demikian pula terjadi di seluruh dunia Islam suatu sikap solidaritas yang cepat sekali menjalar kemana-mana. Amir Syakib Arsilan, ‘ulama dan pujangga abad 20, dalam sebuah kitabnya “Hadirul ‘Alamil Islami” melukiskan: “Orang-orang Barat terkejut melihat Tripoli bagaikan sarang lebah bagi Itali yang tidak hanya menghadapi Tripoli, tetapi seluruh dunia Islam mendadak sontak menjadi “sarang lebah”......!!! 

Surat kabar Kompas di Jakarta pernah mengisahkan apa yang pernah dituturkan oleh pengarang Robert K. Massi, bahwa kaisar Wilhelm II dari Jerman memberikan dorongan moril kepada Tsar Nicolas  dari Russia ketika menghadapi Jepang dalam perang Russia-Jepang pada tahun 1904-1905. dorongan Wilhelm itu berupa sebuah pesan: “Melawan Jepang sebagi panggilan suci untuk melindungi Salib dan kebudayaan Kristen Eropa”. Jelaslah disana ada motif keagamaan ikut berbicara. 

Ketika Jepang berhasil mengalahkan Russia dalam perang tersebut, seluruh umat Islam se-Asia bersorak-sorai menyambut kemenangan Jepang, sekalipun si pemenang bukan pemeluk Islam. 

Simpati dunia Islam terhadap Jepang adalah yang tidak disukai dunia Barat, bahkan ditakuti. Apa sebabnya? Karena dunia Barat paling takut kalau bangsa Jepang menjadi pemeluk Islam. Mereka telah memperhitungkan bahwa lahirnya Muslimin Jepang itu berarti berubahnya peta politik dan sejarah dunia. 

Dunia Barat juga sudah pandai membaca hati orang Islam, bahwa sekalipun orang-orang Islam pernah jatuh dan dikalahkan, namun kejatuhan serta kekalahannya bukanlah lantaran Akidahnya, bukan lantaran Islamnya. Kejatuhan dan kekalahan yang pernah diderita tidak lain karena kesalahan-kesalahan yang pernah di buat, dan mereka bisa memperbaiki kesalahannya kapan saja. 

Orang-orang Eropa sekalipun pernah menjajah negeri-negeri Muslimin, akan tetapi tak pernah mampu menaklukkan hati dan akidah mereka, sekalipun mereka menggunakan faktor psikologi Gaza, Betlehem dan Jerussalem. 

Benar, bahwa penjajahan barat telah berakhir. Namun umat Islam haruslah menyadari bahwa penjajahan tidak selamanya berbentuk politik dan militer. Penjajahan dalam bidang ekonomi, peradaban dan kebudayaan terus dilancarkan oleh barat dan antek-anteknya. Karenanya kita harus terus waspada dan melanjutkan perjuangan melawan penjajahan modern ala barat.

Wallahu waliyyuttaufiq...