"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

SIMPOSIUM LAKPESDAM NU MESIR (1). Kupas Tuntas Gerakan Islam Kontemporer

Oleh Lakpesdam Mesir pada 04 November 2010

Kairo, NU Online Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia di lingkup kader NU Mesir mengadakan Simposium di Auditorium Shalah Kamil, Kairo, dengan mendatangkan Prof Dr Hasan Hanafi, pemikir ‘revolusioner’ terkemuka di Mesir. Acara yang juga disiarkan secara langsung oleh radio NUR Mesir ini dipandu langsung oleh koordinator Lakpesdam, Ahmad Hadidul Fahmi.

Simposium diselenggarakan pada Kamis (4/11) lalu, bertema “Hiwâr ma`a al-Harakât al-Islâmiyyah al-Mu`âshirah” yang mengupas tuntas gerakan-gerakan Islam kontemporer, berikut pola interaksi yang baik dengan mereka.

Tema yang diusung sebagai bentuk respon terhadap beberapa kelompok Islam pergerakan yang muncul dengan orientasi yang cukup beragam, dan tak jarang menjurus pada aksi anarkis. Meski demikian, Hasan Hanafi menghimbau agar tidak menggunakan istilah-istilah yang provokatif dan cenderung menyudutkan, apalagi yang mengarah pada ‘sikap justifikatif’ atas kelompok-kelompok tertentu, seperti teroris (irhâb) ataupun ekstrim-radikal (tathrarruf), paparnya.


Karena sejatinya, realitas sendiri adalah sikap (al-wâqi` huwa al-tatharruf). Sehingga, menyeruaknya berbagai gerakan Islam ditengah riak-riak fenomena sosial modern, dengan piranti pembacaannya yang berbeda, aksiomatis akan memunculkan sikap yang beragam pula. Perbedaan pendapat di berbagai kalangan inilah yang seharusnya menyadarkan umat Islam untuk senantiasa membuka kran dialog, bukan semacam pendekatan-pendekatan dogmatis-ideologis. Setidaknya, dengan dialog, tidak ada ‘aksi justifikatif’ dari satu kelompok terhadap yang lain, sehingga kemunculannya tidak hadir dalam bentuk yang –paling- arogan.

Yang terpenting, bukan bagaimana memaksa perbedaan digeret pada bentuk tunggalitas epistemik, tapi membuat suatu wadah yang mampu mendialogkan berjubel corak paradigma yang diusung masing-masing kelompok. Yaitu, bagaimana semuanya mampu memberikan solusi terhadap fenomena tersebut, bukan malah menambah runyam tatanan peradaban.

Namun sangat disayangkan, sikap dogmatis-ideologis, arogansi teologis hingga budaya saling meng-kafir-kan masih menjadi trend beberapa gerakan Islam. Fenomena pergerakan ini telah menghadirkan Islam sebagai agama ‘seram’.

Bagi Hasan Hanafi, walaupun mereka cenderung keras dan rigid, tapi sepatutnya tak lantas berhenti berdialog dengan mereka. Karena terbentuknya disharmonitas antar gerakan tersebut, ditengarai sebagai ekses dari ekslusivitas paradigma berpikir yang menyeruak. Sehingga dengan dialog yang intens, akan sedikit-banyak mereduksi paradigma tersebut, tanpa harus ada sikap saling meng-kafir-kan. 

Karenanya, “apabila seseorang mengucapkan kalimat syahadat, dan ia masih dalam tataran ‘berpikir’, orang tersebut masih Islam”, tegasnya. Untuk itu, perlu adanya reinterpretasi terhadap Islam, karena Islam bukan hanya agama, tapi juga sejarah, peradaban dan solusi. (Ahmad Hadidul Fahmi).

Sember: NU Online