"Layla.. Layla.. Layla...

It's about having my mind busy with you
and no one else..."

SIMPOSIUM LAKPESDAM NU MESIR (3-habis). Seruan 'Khilafah' Cacat Epistemik

Oleh Lakpesdam Mesir pada 08 November 2010

Kairo, NU Online  Hassan Hanafi, pemikir Muslim terkemuka yang menjadi pembicara kunci dalam  Simposium Lakpesdam NU Mesir mengungkapkan, dirinya tak mengingkari seruan-seruan dari kelompok ‘garis keras’, namun harus ada reinterpretasi terhadap akar epistemologi yang dikembangkan gerakan-gerakan tersebut yang pada beberapa sisi yang mulai keropos digerogoti masa. Hingga akhirnya, Islam hadir seperti apa yang dicita-citakan, menjadi rahmat bagi seluruh peradaban manusia seutuhnya.

Menurutnya, seruan khilâfah yang digaungkan oleh kelompok IM (ikhwân al-muslimîn) dan Hizbu Tahrir Indonesia --dalam konteks Indonesia-- dan beberapa gerakan lainnya yang bertendensikan pada pola pemerintahan awal Islam untuk kemudian diterapkan pada sosio-kultur masyarakat modern sangatlah cacat secara epistemik.

Untuk itu, harus dibedakan terlebih dahulu antara gerakan Islam politik (al-harakât al-siyâsiyah) dengan gerakan agama (al-harakât al-dîniyyah). Baginya, baik IM maupun HTI sejatinya bukanlah gerakan keagamaan, tapi murni gerakan politik. Baik IM maupun HTI selalu mencari dalil-dalil agama untuk menyusun kekuatan politik. Dari sini, banyak pemaknaan ayat-ayat agama menjadi kabur dan tereduksi.

Hasan Hanafi juga memaparkan bahwa sejatinya jika berpijak pada sejarah Islam klasik, DNA ideologi mereka berkelindan dengan sekte Khawarij, yaitu sekelompok orang yang pada awalnya mendorong sahabat Ali ibn Abi Thalib untuk menerima tawaran Muawiyah ibn Abi Sufyan, terkait tahkîm (arbitrase-perundingan) di tengah berkecamuknya perang Siffîn, kemudian mereka keluar (desersi) dari barisan Khalifah Ali, setelah hasil perundingan kedua belah pihak tidak sepaham dengan mereka.

Hasan Hanafi mengingatkan, seharusnya muslim mengingat fenomena sejarah kelam peradaban Islam dulu. Untuk itu, paradigma demokrasi sangatlah tepat bagi kultur masyarakat modern. Karena di dalamnya, ada semangat dialog yang diusung, bukan arogansi politik, sebagaimana Pancasila yang dijadikan pijakan dasar Republik Indonesia.

Di akhir kata, Hasan Hanafi menjelaskan bahwa Islam adalah pandangan moderat (wasâthiyyah) terhadap kehidupan, bukan radikalis (tatharruf). Untuk mendekati prespektif Islam yang moderat adalah dengan cara dialog. Untuk itu, kita harus mambudayakan sikap dialog demi mencapai kebenaran, karena kebenaran akan selalu beragam, ungkapnya.

Dalam kalimat penutupnya, ia juga berharap agar Nahdlatul Ulama (NU) mampu memberikan solusi untuk umat. “NU harus mengembangkan konsep-konsep moderatismenya, sehingga bisa banyak memberi perubahan sosial”, pungkas Hasan Hanafi.

Simposium ini dihadiri delegasi organisasi dan kekeluargaan Mahasiswa Mesir (Masisir), serta utusan berbagai negara mendapat apresiasi yang luar biasa dari berbagai pihak.

“Tak lupa kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama seluruh pihak yang turut serta mensukseskan acara besar Lakpesdam ini,” kata Subhan Azhari, ketua panitia Simposium Lakpesdam NU Mesir. (Ahmad Hadidul Fahmi).

Sumber: NU Online